Laman

Blog Sedang Maintenance dan Entri Data

Jumat, 26 Juli 2013

Tahun Ajaran Baru, Momentum Membangun Generasi Baru

Oleh: Ibnu Hamad
Plt. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud
 
Sudah seharusnya setiap tahun ajaran baru, dengan ikon utamanya proses penerimaan peserta didik baru (PPDB), disambut dengan gembira. Betapa tidak, di balik PPDB itu terjadi proses regenerasi, yang melibatkan puluhan juta pelajar dan mahasiswa, sejak dari TK hingga PT.
Karena itu sudah seharusnya pula PPDB dijadikan momentum perubahan mengingat pada dasarnya niat para orang tua/wali menyekolahkan anak-anaknya adalah demi masa depan putra-putri mereka yang lebih baik. Para orang tua/wali di sini terlanjur beranggapan bahwa sekolah mampu membuat anak-anak mereka bisa pandai, berperilaku baik, dan kelak bisa bekerja untuk bekal hidupnya.


Mengingat dua hal di atas, maka sudah saatnya pola pikir (mind set) kita mengenai tahun ajaran baru ini juga berubah. Kegiatan PPDB harus bisa kita manfaatkan untuk melahirkan generasi baru, sebuah generasi dengan karakter paripurna: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung Jawab, sebagaimana dirumuskan Pusat Kurikulum Kemdikbud (2009:9-10).

Lantas, bagaimana caranya?
Pertama, pada saat proses pendaftaran: (1) semua peserta didik dan atau orang tua/wali harus dapat mengakses sekolah dimana ia mendaftar baik secara teknologi, akademik, maupun sosial; (2) seleksi penerimaan semata-mata didasarkan pada kemampuan akademik, bukan atas dasar kekuatan ekonomi ataupun politik; dan (3) peserta didik dan atau orang tua/wali diberi keleluasaan untuk mengadakan sendiri hal-hal yang menjadi kewajiban personalnya, seperti membeli baju seragam, alat tulis, dan lain sebagainya. Khusus di sekolah yang menerima dana BOS, orang tua/wali tidak dibebani oleh biaya investasi dan biaya operasional.

Sudah tentu, jika proses pendaftaran dilakukan sedemikian adilnya di semua sekolah, bukan saja dapat memulihkan kepercayaan publik pada proses PPDB, melainkan pula memberi dampak pada pembentukan karakter bangsa. Melalui proses pendaftaran ini saja, boleh jadi ke-18 karakter tersebut akan terbentuk sekaligus, bukan saja di antara para peserta didik baru dan orang tua/walinya tetapi seluruh lapisan masyarakat. Baik secara langsung atau tidak, semua kalangan akan terpapar pesan pentingnya menghargai dan melakukan sesuatu sesuai prosedur operasi standar yang berlaku.
Untuk menjalankan tiga prinsip ini dengan pasti, panitia pendaftaran yang diketuai oleh kepala sekolah mau tak mau harus menjaga kredibilitasnya, tetap independen, bebas dari tekanan dan tahan godaan materi dan jabatan. Panitia pendaftaran harus bisa menolak dengan tegas hal-hal yang diluar ketentuan PPDB.

Kedua, pada masa orientasi siswa (MOS). Satu point sudah dikantongi jika proses pendaftaran dan seleksinya dilaksanakan dengan penuh tanggung-jawab. Sekarang waktunya mengisi kegiatan MOS dengan nilai-nilai baru yang akan membuat para calon pemimpin Indonesia ini lebih percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Nilai-nilai baru tersebut tak lain tak bukan adalah semua pengetahuan dan tindakan yang positif-konstruktif diukur dari moral agama, hukum, maupun sosial.
Pada saat-saat MOS itu, kepada para peserta didik yang masuk karena kemampuan dirinya sendiri --bukan karena surat sakti, hasil titipan, sogokan, dan atau ancaman--, kita berikan ke-18 nilai karakter itu melalui penjelasan, praktik dan contoh baik. Dengan metode ceramah, permainan yang mendidik, dan keteladanan kita tanamkan nilai-nilai karakter tersebut.
Bersamaan dengan penanaman nilai-nilai karakter itu, dalam MOS itu juga kita ingatkan mereka akan lingkungan baru --fisik, psikologis, dan sosial-- beserta kesiapan respon yang harus dimilikinya. Terkait lingkungan fisik, ditunjukkan kepada mereka dimana kini berada, ada apa saja di seputar mereka, dan bagaimana memandang serta memperlakukan beragam obyek di sekitar mereka.

Begitu pula dengan lingkungan sosialnya yang baru: teman, guru, staf administratif, satpam, tukang kebun, penjaga kantin, dan masyarakat sekitar. Mereka perlu diberi kesadaran arti kehadiran mereka di tengah orang lain dan arti orang lain bagi mereka sendiri. Perlu diingatkan bahwa sekalipun secara kemanusiaan hubungan sosial dengan setiap jenis orang itu sama, namun terdapat perbedaan cara berinteraksi menurut tugasnya masing-masing. Mereka sebaiknya diberitahu bagaimana cara bersikap kepada sesama teman, guru, staf administratif, satpam, tukang kebun, penjaga kantin, dan seterusnya.
Secara psikologis, lingkungan baru akan memberi tekanan kendati biasanya bersifat sementara. Justeru karena kesementaraannya inilah, cara beradaptasi dengan lingkungan baru itu harus segera diberikan. Yang paling penting di sini, para peserta didik baru mesti dibawa ke suasana yang menyenangkan, bukan menegangkan, karena berada di sekolah baru dan lingkungan yang baru. Rasa nyaman merupakan modal awal yang penting untuk kesuksesan belajar.
Supaya tidak terkontaminasi oleh hal-hal negatif-destruktif, bibit unggul tersebut harus dijauhkan dari ide dan praktik yang tidak terpuji seperti kekerasan fisik dan simbolik, prilaku diskriminatif, berbangga-bangga, persekongkolan, dan perbuatan-perbuatan terkutuk lainnya baik menurut moral agama, hukum, maupun sosial. Sebab itulah, pihak sekolah terutama kepala sekolah harus bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, dan monev MOS ini. Kepala sekolah mesti terjun langsung guna memastikan materi dan kegiatan di lapangan MOS adalah sejalan dengan misi menciptakan generasi baru Indonesia yang berkarakter. Akhirnya, yang ketiga, pada masa-masa awal kegiatan belajar.

Untuk menjaga tunas-tunas baru itu tetap berkembang ke arah yang produktif, selama priode ini alangkah baiknya jika para guru mengikuti perkembangan nilai-nilai karakter yang ditanamkan pada masa MOS. Kenapa, karena priode ini merupakan waktu yang kritis. Pada masa-masa ini, peserta didik baru di satu sisi cenderung masih mudah untuk mengikuti bimbingan dari pihak sekolah; di sisi lain sangat berpeluang untuk dipengaruhi oleh orang lain. Untuk itu, pihak sekolah tidak boleh kalah bersaing dari pihak luar sekolah dalam membentuk karakter peserta didik.
Dari paparan singkat ini, kiranya kita perlu meresapi arti dan proses PPDB ini supaya berjalan dengan baik dan benar serta memberikan manfaat yang optimal. Tiga kata kunci di dalamnya --tahun ajaran baru, nilai-nilai baru, dan generasi baru— harus dapat kita daya gunakan untuk melahirkan sumberdaya manusia Indonesia yang kredibel, kapabel, dan berintegritas; tidak membiarkan PPDB sebagai rutinas tahunan belaka, apalagi menjadikannya sebagai beban dan atau ancaman. 

Sumber : kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-ppdb


Artikel Terkait Lainnya :: Share Apa Saja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GET UPDATE VIA EMAIL
Berlangganan artikel via email!
reader