Oleh: Ibnu Hamad
Plt. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud
Plt. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud
Sudah seharusnya setiap tahun ajaran baru, dengan ikon utamanya
proses penerimaan peserta didik baru (PPDB), disambut dengan gembira.
Betapa tidak, di balik PPDB itu terjadi proses regenerasi, yang
melibatkan puluhan juta pelajar dan mahasiswa, sejak dari TK hingga PT.
Karena itu sudah seharusnya pula PPDB dijadikan momentum perubahan
mengingat pada dasarnya niat para orang tua/wali menyekolahkan
anak-anaknya adalah demi masa depan putra-putri mereka yang lebih baik.
Para orang tua/wali di sini terlanjur beranggapan bahwa sekolah mampu
membuat anak-anak mereka bisa pandai, berperilaku baik, dan kelak bisa
bekerja untuk bekal hidupnya.
Mengingat dua hal di atas, maka sudah saatnya pola pikir (mind set)
kita mengenai tahun ajaran baru ini juga berubah. Kegiatan PPDB harus
bisa kita manfaatkan untuk melahirkan generasi baru, sebuah generasi
dengan karakter paripurna: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4)
Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9)
Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12)
Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15)
Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18)
Tanggung Jawab, sebagaimana dirumuskan Pusat Kurikulum Kemdikbud
(2009:9-10).
Lantas, bagaimana caranya?
Pertama, pada saat proses pendaftaran: (1) semua peserta didik dan
atau orang tua/wali harus dapat mengakses sekolah dimana ia mendaftar
baik secara teknologi, akademik, maupun sosial; (2) seleksi penerimaan
semata-mata didasarkan pada kemampuan akademik, bukan atas dasar
kekuatan ekonomi ataupun politik; dan (3) peserta didik dan atau orang
tua/wali diberi keleluasaan untuk mengadakan sendiri hal-hal yang
menjadi kewajiban personalnya, seperti membeli baju seragam, alat tulis,
dan lain sebagainya. Khusus di sekolah yang menerima dana BOS, orang
tua/wali tidak dibebani oleh biaya investasi dan biaya operasional.
Sudah tentu, jika proses pendaftaran dilakukan sedemikian adilnya di
semua sekolah, bukan saja dapat memulihkan kepercayaan publik pada
proses PPDB, melainkan pula memberi dampak pada pembentukan karakter
bangsa. Melalui proses pendaftaran ini saja, boleh jadi ke-18 karakter
tersebut akan terbentuk sekaligus, bukan saja di antara para peserta
didik baru dan orang tua/walinya tetapi seluruh lapisan masyarakat. Baik
secara langsung atau tidak, semua kalangan akan terpapar pesan
pentingnya menghargai dan melakukan sesuatu sesuai prosedur operasi
standar yang berlaku.
Untuk menjalankan tiga prinsip ini dengan pasti, panitia pendaftaran
yang diketuai oleh kepala sekolah mau tak mau harus menjaga
kredibilitasnya, tetap independen, bebas dari tekanan dan tahan godaan
materi dan jabatan. Panitia pendaftaran harus bisa menolak dengan tegas
hal-hal yang diluar ketentuan PPDB.
Kedua, pada masa orientasi siswa (MOS). Satu point sudah dikantongi
jika proses pendaftaran dan seleksinya dilaksanakan dengan penuh
tanggung-jawab. Sekarang waktunya mengisi kegiatan MOS dengan
nilai-nilai baru yang akan membuat para calon pemimpin Indonesia ini
lebih percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Nilai-nilai baru tersebut
tak lain tak bukan adalah semua pengetahuan dan tindakan yang
positif-konstruktif diukur dari moral agama, hukum, maupun sosial.
Pada saat-saat MOS itu, kepada para peserta didik yang masuk karena
kemampuan dirinya sendiri --bukan karena surat sakti, hasil titipan,
sogokan, dan atau ancaman--, kita berikan ke-18 nilai karakter itu
melalui penjelasan, praktik dan contoh baik. Dengan metode ceramah,
permainan yang mendidik, dan keteladanan kita tanamkan nilai-nilai
karakter tersebut.
Bersamaan dengan penanaman nilai-nilai karakter itu, dalam MOS itu
juga kita ingatkan mereka akan lingkungan baru --fisik, psikologis, dan
sosial-- beserta kesiapan respon yang harus dimilikinya. Terkait
lingkungan fisik, ditunjukkan kepada mereka dimana kini berada, ada apa
saja di seputar mereka, dan bagaimana memandang serta memperlakukan
beragam obyek di sekitar mereka.
Begitu pula dengan lingkungan sosialnya yang baru: teman, guru, staf
administratif, satpam, tukang kebun, penjaga kantin, dan masyarakat
sekitar. Mereka perlu diberi kesadaran arti kehadiran mereka di tengah
orang lain dan arti orang lain bagi mereka sendiri. Perlu diingatkan
bahwa sekalipun secara kemanusiaan hubungan sosial dengan setiap jenis
orang itu sama, namun terdapat perbedaan cara berinteraksi menurut
tugasnya masing-masing. Mereka sebaiknya diberitahu bagaimana cara
bersikap kepada sesama teman, guru, staf administratif, satpam, tukang
kebun, penjaga kantin, dan seterusnya.
Secara psikologis, lingkungan baru akan memberi tekanan kendati
biasanya bersifat sementara. Justeru karena kesementaraannya inilah,
cara beradaptasi dengan lingkungan baru itu harus segera diberikan. Yang
paling penting di sini, para peserta didik baru mesti dibawa ke suasana
yang menyenangkan, bukan menegangkan, karena berada di sekolah baru dan
lingkungan yang baru. Rasa nyaman merupakan modal awal yang penting
untuk kesuksesan belajar.
Supaya tidak terkontaminasi oleh hal-hal negatif-destruktif, bibit
unggul tersebut harus dijauhkan dari ide dan praktik yang tidak terpuji
seperti kekerasan fisik dan simbolik, prilaku diskriminatif,
berbangga-bangga, persekongkolan, dan perbuatan-perbuatan terkutuk
lainnya baik menurut moral agama, hukum, maupun sosial. Sebab itulah,
pihak sekolah terutama kepala sekolah harus bertanggung jawab atas
perencanaan, pelaksanaan, dan monev MOS ini. Kepala sekolah mesti terjun
langsung guna memastikan materi dan kegiatan di lapangan MOS adalah
sejalan dengan misi menciptakan generasi baru Indonesia yang
berkarakter. Akhirnya, yang ketiga, pada masa-masa awal kegiatan
belajar.
Untuk menjaga tunas-tunas baru itu tetap berkembang ke arah yang
produktif, selama priode ini alangkah baiknya jika para guru mengikuti
perkembangan nilai-nilai karakter yang ditanamkan pada masa MOS. Kenapa,
karena priode ini merupakan waktu yang kritis. Pada masa-masa ini,
peserta didik baru di satu sisi cenderung masih mudah untuk mengikuti
bimbingan dari pihak sekolah; di sisi lain sangat berpeluang untuk
dipengaruhi oleh orang lain. Untuk itu, pihak sekolah tidak boleh kalah
bersaing dari pihak luar sekolah dalam membentuk karakter peserta didik.
Dari paparan singkat ini, kiranya kita perlu meresapi arti dan proses
PPDB ini supaya berjalan dengan baik dan benar serta memberikan manfaat
yang optimal. Tiga kata kunci di dalamnya --tahun ajaran baru,
nilai-nilai baru, dan generasi baru— harus dapat kita daya gunakan untuk
melahirkan sumberdaya manusia Indonesia yang kredibel, kapabel, dan
berintegritas; tidak membiarkan PPDB sebagai rutinas tahunan belaka,
apalagi menjadikannya sebagai beban dan atau ancaman.
Sumber : kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-ppdb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar